Sejarah Sumpah Palapa dan Isi Ikrar yang Diucapkan oleh Gajah Mada

SEJARAH SUMPAH PALAPA DAN ISI IKRAR PATIH GAJAH MADA


Sumpah Palapa atau yang disebut denga Amukti Palapa, merupakan sumpah yang diikrarkan oleh seorang mahapatih Kerajaan Majapahit pada masa Raja Hayam Wuruk, yaitu Gajah Mada. Berikut ini adalah sejarah dan isi dari sumpah tersebut.

Sejarah Sumpah Palapa
Mengutip buku Sejarah 2 oleh Penerbit Yudhistira Ghalia Indonesia, Sumpah Palapa diikrarkan oleh Gajah Mada ketika ia dilantik sebagai Patih kerajaan Majapahit pada tahun 1331 M. Intisari sumpah tersebut adalah bahwa Gajah Mada bersumpah untuk tidak akan makan palapa (semacam jenis rempah-rempah yang manis), tidak juga bersenang-senang atau beristirahat sebelum seluruh Nusantara bersatu di bawah kekuasaan Majapahit.

Dijelaskan dalam referensi lain yaitu buku Sejarah Nasional Indonesia Edisi Revisi 2013 oleh Edi Hernadi, pelaksanaan Sumpah Palapa dan kegigihan Gajah Mada membuat wilayah kekuasaan Majapahit meluas. Dalam melaksanakan sumpah tersebut, Gajah Mada juga mendapat dukungan dari beberapa tokoh seperti Adityawarman dan Laksamana Nala. Di bawah kepemimpinan Laksamana Nala, kerajaan Majapahit kemudian membentuk Angkatan laut yang sangat kuat dan bertugas untuk mengawasi seluruh perairan yang ada di wilayah Nusantara.

Mengutip Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik Sampai Kontemporer oleh Adi Sudirman, upaya untuk memperluas kekuasaan Majapahit terus dilakukan. Upaya terakhirnya yaitu dengan upaya penyatuan, melalui perkawinan antara Raja Hayam Wuruk dengan putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari kerajaan Sunda.

Namun upaya tersebut gagal dan ditandai dengan tragedi Bubat. Tragedi tersebut yaitu peristiwa tewasnya rombongan pengantin Sunda akibat pengkhianatan oleh Gajah Mada sebagai Patih Majapahit dan pasukannya yang terjadi pada 1357 M di Bubat. Tragedi ini menewaskan Raja Sunda bersama putrinya, Dyah Pitaloka Citraresmi. Peristiwa ini disebutkan dalam naskah kuno seperti Kidung Sunda, Kidung Sundayana, Carita Parahyangan, dan Serat Keraton. Tragedi inilah yang menandai kegagalan Gajah Mada dalam memenuhi Sumpah Palapa yang diikrarkannya.


Isi Sumpah Palapa

Masih mengutip referensi yang sama di atas, isi dari sumpah tersebut ditemukan dalam naskah Pararaton, yang isinya adalah:

"Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi, sira Gajah Mada: 'Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa"

Artinya: Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin menikmati palapa (melepaskan puasa). Beliau Gajah Mada, "jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) menikmati palapa (melepaskan puasa).

Dijelaskan dalam buku Gajah Mada: Kisah Cinta dan Penaklukan-Penaklukannya oleh Sri Wintala Achmad, sekalipun sumpah tersebut dianggap sakral oleh sejarawan, namun ada beberapa sejarawan yang berpendapat bahwa sumpah ini juga menjadi refleksi dari ambisi Majapahit dalam menaklukkan wilayah di Nusantara melalui jalan perang.



Isi Sumpah Palapa
Masih mengutip referensi yang sama di atas, isi dari sumpah tersebut ditemukan dalam naskah Pararaton, yang isinya adalah:

"Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi, sira Gajah Mada: 'Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa"

Artinya: Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin menikmati palapa (melepaskan puasa). Beliau Gajah Mada, "jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) menikmati palapa (melepaskan puasa).

Dijelaskan dalam buku Gajah Mada: Kisah Cinta dan Penaklukan-Penaklukannya oleh Sri Wintala Achmad, sekalipun sumpah tersebut dianggap sakral oleh sejarawan, namun ada beberapa sejarawan yang berpendapat bahwa sumpah ini juga menjadi refleksi dari ambisi Majapahit dalam menaklukkan wilayah di Nusantara melalui jalan perang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KIAMAT BESAR (KUBRA) DAN KECIL (SUGHRA)

Sejarah Bendungan Waringin Sapta